Sejak reformasi bergulir, keran kebebasan mengeluarkan pendapat dibuka seluas-luasnya. Pada era Orde Lama hingga di masa Orde Baru, kebebasan berpendapat diatur ketat oleh pemerintah. Penerbitan buku termasuk salah satu kebebasan yang dikekang pada masa itu. Bahkan ada ratusan buku yang pernah dicekal, karena ketika itu dianggap membahayakan posisi pemerintah. Berikut 10 buku yang pernah dilarang beredar dan dibaca di Indonesia.
10‘Sahabat’ (Agam Wispi)
Ada banyak buku Agam Wispi yang dilarang beredar dan dibaca, mulai zaman Orde Lama hingga Orde Baru. Salah satunya buku berjudul ‘Sahabat’ terbitan Lekra tahun 1959, yang dilarang oleh Pembantu Menteri P D dan K Bidang Teknis Pendidikan Kol (Inf) Drs M Setiadi Kartohadikusumo pada 30 November 1965. Tak hanya itu, beberapa buku yang lain seperti Nasi dan Melati, Yang Tak Terbungkamkan, dan Matinya Seorang Petani juga ikut dilarang.
9‘Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno’ (Peter Dale Scott)
Buku ini mengungkap campur tangan Amerika Serikat dalam upaya penggulingan Presiden Soekarno dengan cara-cara yang kotor dan ‘berdarah’ di tahun 1965-1967. Penulisnya, Peter Dale Scott memberi kesan bahwa peristiwa ini sebagai konspirasi terselubung, melibatkan militer Indonesia dengan intelijen Amerika Serikat dan Inggris. Alhasil, buku ‘Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno’ ini dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung pada tahun 1990.
8‘Indonesia di Bawah Sepatu Lars’ (Sukmadji Indro Tjahjono)
Isi buku yang berjudul ‘Indonesia di Bawah Sepatu Lars’ ini merupakan pledoi Sukmadji Indro Tjahjono, caretaker Presidium Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (DM-ITB) 1977, yang memuat pembelaannya di muka Pengadilan Mahasiswa pada bulan Agustus-September 1979. Oleh karena isinya yang terlalu keras mengkritik pemerintah, buku ini pun lalu dilarang beredar pada zaman Orde Baru Presiden Soeharto oleh Kejaksaan Agung pada tahun 1980.
7‘Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman’ (AH Nasution)
Kejaksaan Agung melarang buku terbitan Karya Unipress ini beredar di Indonesia pada tahun 1984. Buku ‘Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman’ dianggap sebagai biografi khas pejabat, karena tokoh yang dibahas sangat diagung-agungkan tanpa ada cacat sedikit pun. Meski ditulis beberapa orang, namun nama Jenderal AH Nasution lebih ditonjolkan dengan maksud agar buku kumpulan tulisan ini aman. Namun, kenyataannya buku ini tetap dibredel.
6‘Wawancara Imajiner dengan Bung Karno’ (Christianto Wibisono)
Sang penulis menampilkan Soekarno sebagai sosok imajiner di buku ini, yang bercerita dan menyampaikan pendapat atas berbagai kondisi Indonesia di awal pemerintahan Soeharto pada tahun 1970-an. Dengan gaya penulisan seperti wawancara, buku ‘Wawancara Imajiner dengan Bung Karno’ terbitan tahun 1977 mengingatkan para pemimpin agar bisa belajar dari sejarah. Alhasil, buku ini pernah dilarang beredar dan dibaca di Indonesia pada tahun 1978.
5‘Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik’ (Harry A Poeze)
Harry A Poeze menuliskan riwayat hidup, perjuangan politik, dan perkembangan pemikiran Tan Malaka sejak dia lahir ke dunia sampai menjelang akhir Agustus 1945 melalui buku yang berjudul ‘Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik’ ini. Namun, pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto malah mengganggap buku terbitan Pustaka Utama Grafiti ini membawa pemikiran berbahaya. Sehingga, Kejaksaan Agung mencekalnya pada tahun 1989.
4‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978’
Karya yang satu ini lebih tepat disebut sebagai dokumen penting, yang disusun oleh Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (DM-ITB) pada tahun 1978. ‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978’ ini hingga sekarang cukup sulit ditemukan. Selain karena dulunya memang tidak disebarkan secara meluas, buku ini juga sempat dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung tahun 1978, karena dinilai mengungkap sejumlah penyebab kegagalan Pemerintah Soeharto.
3‘Di Bawah Lentera Merah’ (Soe Hok Gie)
Sebuah periode krusial dalam sejarah Indonesia, yakni saat gagasan kebangsaan mencuat lewat upaya berorganisasi, dinarasikan aktivis mahasiswa Soe Hok Gie melalui buku berjudul ‘Di Bawah Lentera Merah’ ini. Dia mengajak pembaca menelusuri jejak pergerakan Indonesia era 1920-an dan mencermati sikap tokoh pergerakan kala itu dalam menyikapi perubahan pada abad ke-20. Sayangnya, Kejaksaan Agung malah mencekal buku ini pada tahun 1991.
2‘Demokrasi Kita’ (Mohammad Hatta)
Buah pikir dari salah seorang proklamator Republik Indonesia, Mohammad Hatta ini awalnya dimuat secara berkala di koran ‘Pandji Masjarakat’ pimpinan Buya Hamka pada tahun 1960. Kemudian, semua tulisannya yang mengkritik sistem Demokrasi Terpimpin dari Soekarno itu dikumpulkan dalam buku berjudul ‘Demokrasi Kita’. Namun, buku ini dilarang beredar oleh penguasa militer, karena dianggap mengkritik keras kebijakan Soekarno yang dinilai otoriter.
1‘Tetralogi Buru’ (Pramoedya Ananta Toer)
Terdiri dari novel ‘Bumi Manusia’, ‘Anak Semua Bangsa’, ‘Jejak Langkah’, dan ‘Rumah Kaca’, keempat buku yang dikenal dengan ‘Tetralogi Buru’ ini merupakan karya yang banyak dicari para pecinta sastra. Padahal, dahulu pernah dilarang beredar dan dibaca di Indonesia pada tahun 1981. Masih banyak lagi karya Pramoedya Ananta Toer yang dicekal pada zaman dulu. Menariknya, novelnya itu malah jadi rujukan buku kuliah di Universitas Queen Mary London.
Wah bukunya tidak ada yang saya tahu.